Direktur Politeknik Banjarnegara, Dr. Teguh Supriyanto, MHum yang juga sebagai dosen pada Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Semarang (UNNES) dikukuhkan sebagai profesor pada bidang ilmu sastra, Selasa (24/3) lalu. Upacara pengukuhan yang diselenggarakan di gedung auditorium Unnes tersebut juga dihadiri oleh Wakil Bupati Banjarnegara, segenap pimpinan, dosen dan karyawan Politeknik Banjarnegara serta Yayasan Dipayuda.

Lukmanul Hakim, STP., M.Sc, Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama dan Alumni Politeknik Banjarnegara mengatakan Teguh Supriyanto dipercaya menjadi Direktur Politeknik Banjarnegara sejak 2013 lalu. Selain mengemban amanah sebagai Direktur Politeknik Banjarnegara, sampai saat ini dirinya juga aktif mengajar mata kuliah pokok Teori Sastra, Stilistika dan Sosiologi Sastra di Unnes.

“Ini merupakan kebanggaan seluruh masyarakat Banjarnegara, khususnya civitas akademica Politeknik karena salah satu putra daerah asli Banjarnegara bisa meraih penghargaan tertinggi dalam bidang akademik,” ungkapnya. Politeknik Banjarnegara merupakan sedikit dari Politeknik yang memiliki guru besar di dalamnya.

Selain proses alih status menjadi perguruan tinggi negeri serta upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, beberapa tahun terakhir Politeknik Banjarnegara juga gencar melakukan upaya peningkatan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Berbagai penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berhasil diselenggarakan. “Hari ini (kemarin-red), bertempat di Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah, dilakukan penandatanganan surat perjanjian dan penjelasan administrasi keuangan hibah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) 2015,” kata Lukman.

IMG_54933

Sementara itu, Teguh Supriyanto dalam pidato pengukuhannya membawakan judul Sambang Rasa dalam Sastra : Meretas Belenggu Pasca-Kolonial dan Praktik Hegemoninya. Ada yang menarik dalam prosesi pengukuhan tersebut dimana ratusan rombongan mengarak Teguh Supriyanto dari Fakultas Bahasa dan Seni menuju auditorium UNNES. Pada baris terdepan, sebagai pengomando dan menaiki kuda, Profesor Teguh Supriyanto yang berperan sebagai Mahesa Jenar, dan diikuti ratusan putri sinjang yang merupakan mahasiswi dengan mengenakan gaun dari kain batik. Dirinya mengaku sengaja menonjolkan kesenian Jawa untuk menghidupkan kembali kesenian-kesenian tradisional.

Dalam arak-arakan tersebut, pria kelahiran 7 Januari 1961 ini juga memerankan tokoh Mahesa Jenar, yaitu seorang tokoh dalam cerita Nagasasra dan Sabukinten karya S.H. Mintardja. Sebuah cerita yang popular pada tahun 1960 yang mengisahkan tentang sosok mantan prajurit Kasultanan Demak. Kebetulan, lanjutnya, dalam desertasi yang diselesaikan selama 6 tahun, Teguh mengambil cerita tentang Mahesa Jenar Nagasasra dan Sabukinten karya S.H. Mintardja.

“Latar belakang, mengapa saya perankan tokoh ini, karena saya ingin mengingatkan bahwa didalam kehidupan sosial, orang kecil juga mempunyai hak untuk ditempatkan di tempat yang sama, orang kecil juga punya power, seperti semangat Mahesa Jenar menjaga kestabilan kekuasaan Demak,” ungkapnya.

IMG_7390